Alarm hp saya berbunyi, menunjukkan pukul 3.30 pagi. Terlihat oleh saya ada satu sms tak terbaca.
Dengan sedikit mengantuk saya membuka sms tersebut, ternyata dari mama. Dalam hati bertanya-tanya, "Ada apa gerangan sms dini hari begini? Tidak biasanya."
"Ass. Wr. Wb. Innalillahi wa inna ilaihi rooji'un.Telah berpulang ke rahmatulloh..."
Begitu kira-kira awal dari sms tersebut yang langsung membuat saya tersentak kaget. Setelah saya teruskan membaca, ternyata nenek (mbah uti, begitu saya panggil) saya meninggal dunia. Seakan masih belum percaya akan apa yang saya baca, beberapa saat setelahnya saya masih membolak-balik membaca sms itu. Hingga akhirnya saya menyadari, "Ya Alloh, memang beliau telah tiada.."
Sebelum meninggalnya beliau, saya hanya memiliki dua nenek saja. Kedua kakek saya sudah meninggal dulu. Hanya tinggal mbah uti Pare dan mbah uti Jogja. Otomatis sekarang saya hanya memiliki satu nenek yang langsung bertalian darah dengan orang tua saya, yaitu mbah uti Jogja. Apakah saya sedih akan hal ini? Bodoh kalau anda menanyakan hal tersebut.
Pikiran saya melayang jauh pada masa-masa kecil dulu. Pada saat mbah uti Pare (almh) masih sehat-sehatnya. Meskpiun suka ngomel-ngomel pada tingkah cucunya yang nakal ini, sebenarnya beliau adalah orang yang baik dan penyayang. Masih inget dalam pikiran saya cerita mama dulu. Pada masa kehamilan mama (mengandung saya), mbah uti sudah mempersiapkan banyak sekali perhiasan emas karena mengira bahwa cucu yang akan lahir adalah cucu perempuan. Meskipun akhirnya semua harus dijual lagi karena yang lahir adalah cucu laki-laki yang sehat dan ganteng ini.
Satu hal yang paling saya suka dan paling saya ingat jika bermain ke Pare adalah mandi di kolam yang ada di belakang rumah mbah uti. Segar sekali airnya karena langsung dari alam.
Selan itu kenangan saya bermain di petak-petak sawah mbah, memancing di kolam ikan belakang rumah, bermain dan menggoda mbak sepupu saya yang cantik, dan masih banyak lagi kenangan lain yang sungguh tidak akan terlupa.
Kembali ke realita, kembali ke kasur kamar. Saya berpikir, "Ya Alloh kenapa secepat ini?"
Saya belum bisa memberi dan menjadi apa-apa yang bisa dibanggakan pada beliau. Ah, tidak usah jauh-jauh, bahkan saya belum bisa membanggakan saat saya mengenakan toga dengan sungging senyuman pada beliau. Tapi akhirnya saya sadar, mungkin inilah siklus kehidupan. Saat orang tua saya seumuran saya sekarang ini, mungkin saat itu pula lah beliau kehilangan kakek/nenek mereka. Mungkin memang sudah saatnya status kakek/nenek beralih dipegang oleh orangtua saya. Mungkin memang di Indonesia susah untuk bisa melihat seorang buyut. Dan yang pasti, inilah qodar Alloh.
Beberapa tahun lagi mungkin saya akan menikah, memiliki anak. Saya jadi bapak, dan bapak saya jadi kakek. Lalu anak saya akan bertumbuh seperti yang saya alami dulu, dan suatu hari dia akan berpikir dan merasa seperti apa yang saya rasakan sekarang.
Kullu nafsin daaiqotul maut. (setiap yang bernafas/bernyawa, pasti akan mati)
Semua yang ada di dunia ini berasal dari Alloh, dan merupakan hakNyalah untuk mengambilnya kembali. Insyaalloh saya ikhlas.
Selamat jalan Mbah, semoga tenang di sana.
Semoga Alloh memberikan ampunan atas dosa-dosamu, dan semoga engkau diberikan tempat terbaik di sisiNya.
Mudah-mudahan doa dari anak-anakmu, cucu-cucumu, dan kerabatmu tidak akan pernah surut.
Amiin..
-ditulis di tengah sahut-sahutan adzan maghrib-